penulis : Merto
Tak perlu bertele-tele, Pemerintah Indonesia memang seperti itu, tidak ada program untuk kaum marjinal apalagi anak marjinal. Tak peduli pembinaan apalagi dengan berkelanjutan, selalu berbicara tentang mengejar menjadi kota metropolitan. Seakan-akan mereka bukan yang melanjutkan sebagai pemimpin bangsa ini. Kalau mereka dibiarkan seperti ini, apa gunanya pemerintah selama ini?
Sejak usia kecil mereka dikesampingkan bahkan tak ditengok, dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi: Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Tertulis jelas di UUD sebagai konstitusi negara yang harus dipatuhi semua warga negara Indonesia. Bukan malah diacuhkan.
Saat itu, saya mengendarai motor untuk mengantar penumpang ke tujuan, sampai di perempatan jl. Kapasari kiri mengarah ke Pasar Kapasan. kanan mengarah ke Kenjeran. Saya melihat anak yang membawa kentrung (ukelele) sedang mengamen, tiba-tiba mereka lari kocar kacir tanpa arah. Ada apa gerangan yang membuat mereka lari seperti itu, saya menyipitkan mata dan menaruh tangan di dahi karena terkena sinar matahari, ternyata sedang di kejar oleh aparat.
Yang ada dibenak saya saat itu, salah apa anak itu sampai di kejar-kejar senafsu itu? Di mata petugas apakah anak sekecil itu layak diperlakukan seperti itu? Tidak mungkin ini pertama kali dilakukan, sampai anak-anak lari terbirit-birit seperti itu. Atau itu naluri dia berada di jalan.
Di laman webnya, SOP untuk pengamanan anak mengamen atau anak asongan tidak ada, yang ada SOP pendataan seteleh ditangkap. SOP di lapangan tidak ditampilkan, setiap tindakan yang dilakukan petugas bisa berbeda tergantung pribadinya. Kita sebagai warga awam tidak bisa memantau.
Yang SOP-nya ditampilkan saja, berani prakter sesuka hati, apalagi yang tidak ada.
Semakin miris dengan keadaan mereka yang di jalan.